Awalnya, saya pikir ini film drama. Tetapi lama didengarkan dari backsound filmnya, sering bernada horor. Penasaran dengan alur film, saya curang, googling, LOL. Tapi tetep ya, penasaran tingkat dewa, jadi masih lanjut aja nonton filmnya.
Usut punya usut, The Stepfather ini film remake, yang dibuat tahun 2009. Produk pop culture kalau sampai di-remake itu saya asumsikan menarik, dan ternyata benar, ini film trully interesting (menurut perspektif saya), hehe. Kalau diusut lebih dalam lagi, film aslinya ada 3 sequel: The Stepfather (1987) Stepfather II (1989) dan Stepfather 3 (1992). Wah, panjang ya sampai 3 sequel, seperti film I Know what You did Last Summer saja. Film ini ternyata based on a true story, dari seorang buronan Amerika, John List. Istilahnya America's Most Wanted gitu.*
Di postingan ini, saya ga pengen cerita yang serem-serem dari film tadi. Namanya saja buronan, pastinya kejahatan yang dibuat parah kan ya. Lagipula, kalau mau tau alurnya, banyak kok link film ini di Google. Dan sepertinya sudah terlambat banget untuk membahas review The Stepfather, lima tahun sudah berlalu. Kalau boleh meminjam istilah Raditya Dika di iklan, "kudet" kurang update, hahaha.
Nah, saya pengen kembali ke istilah motherhood tadi, yang kemudian saya hubungkan dengan film ini. Kalau ada stepfather artinya seorang wanita telah menjadi janda, memiliki anak dan menikah lagi dengan pria lain, bukan? Satu hal yang menjadi moral of the story di film ini, bahwa dampak dari perceraian itu BESAR, terlebih dalam Islam, perceraian itu tidak disukai Allah. Sekian!
*Maaf kalo referensinya hanya Wikipedia. Ini blog ya, bukan paper, skripsi, atau tesis, hehe.